UU Resmi Direvisi, Kejaksaan Kini Punya Wewenang Melakukan Penyadapan

oleh -246 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Kejaksaan Republik Indonesia kini punya wewenang untuk melakukan penyadapan. Hal tersebut tercantum pada Pasal 30C poin i dalam BAB III mengenai Tugas dan Wewenang dalam Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

“Melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana,” bunyi RUU yang disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-10 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Desember 2021.

Dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 30 tidak seperti sebelumnya yang hanya berisi tiga ayat. Tetapi dijabarkan dan diubah menjadi Pasal 30A, 30B, dan 30C.

Sehingga Pasal 30 dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, berbunyi sebagai berikut.

Pasal 30A

Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.

Pasal 30B

Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:&
a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum;&
b. menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan;
c. melakukan kerja sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar negeri;&
d. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan
e. melaksanakan pengawasan multimedia.

Pasal 30C

Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B Kejaksaan:
a. menyelenggarakan kegiatan statistik kriminal dan kesehatan yustisial Kejaksaan;
b. turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial
tertentu demi terwujudnya keadilan;
c. turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya;
d. melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi;
e. dapat memberikan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik atas permintaan instansi yang berwenang;
f. menjalankan fungsi dan kewenangannya di bidang keperdataan dan/atau bidang publik lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang;
g. melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan uang pengganti;
h. mengajukan peninjauan kembali; dan
i. melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana.

Adapun Pasal 30 sebelum diubah sebagai berikut.

Pasal 30

(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.&
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. pengawasan peredaran barang cetakan;
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. (*)