UU Ciptaker Ancam Lingkungan Hidup

oleh -22 views
oleh

UPATESULSEL.NEWS– Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker/Omnibus Law) mendapat penolakan luas oleh masyakarat. Selain isu ketenagakerjaan yang disorot, UU ini juga memunculkan pasal-pasal kontorversial soal lingkungan hidup.

Anggota Komisi VII DPR RI, Saadiah Uluputty, menjelaskan bahwa penghapusan pasal 25 UU No.21 Tahun 2014 tentang Panasbumi dan Pengubahan Pasal 20 UU No.10/1997 tentang Ketenaganukliran menjadikan UU Cipta Kerja sebagai ancaman baru bagi masalah lingkungan hidup.

“Alih-alih menjamin kelestarian lingkungan, penghapusan dan penyesuaian beberapa pasal justru bertolak belakang. UU ini menjadi ancaman baru bagi masalah lingkungan hidup,” beber Saadiah, Minggu (11/10/2020).

Saadiah melanjutkan, dalam pasal 25 UU No.21 Tahun 2014 tentang panas bumi dengan tegas mengatur bahwa dalam hal kegiatan pengusahaan panasbumi untuk pemanfaatan tidak langsung berada pada wilayah konservasi di perairan, pemegang Izin Panasbumi wajib mendapatkan izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kelautan. Namun, pada BAB III Pasal 42 UU Cipta Kerja, pasal tersebut justru dihilangkan.

“Penghapusan pasal 25 UU Panasbumi ini berpotensi akan menyebabkan perusakan lingkungan kawasan konservasi perairan. Dampak penghapusan pasal ini, pelaku usaha kegiatan panasbumi juga tidak perlu mendapatkan izin terkait pemanfaatan kawasan tersebut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Padahal, ini akan mengancam keberadaan makhluk hidup yang ada di kawasan konservasi tersebut,” ungkap politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Kasus serupa juga berkait dengan kewenangan inspeksi terhadap instalasi tenaga nuklir, yang di atur dalam Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Menurut pasal ini, inspeksi terhadap instalasi nuklir dan instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion dilaksanakan oleh Badan Pengawas, dalam rangka pengawasan terhadap ditaatinya syarat-syarat dalam perizinan dan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan nuklir.

Namun, dalam UU Cipta Kerja Bab III Pasal 44, kewenangan Badan Pengawas dihilangkan dan kewenangan ini ditarik oleh Pemerintah Pusat. Isi Bab III Pasal 44: (1) Inspeksi terhadap instalasi nuklir dan instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Pengubahan Pasal 20 UU Ketenaganukliran di mana tugas badan pengawas tenaga nuklir diambil alih oleh Pemerintah Pusat akan menyebabkan permasalahan serius terhadap keselamatan nuklir,” kritik Saadiah.

Saadiah bilang, ketidakjelasan institusi pelaksana kegiatan inspeksi tersebut di Pemerintah Pusat, serta kompetensi yang dimiliki, cukup rawan terjadinya kesalahan yang akan berakibat fatal bagi lingkungan hidup dan masyarakat. (Kiki)