RUU Cipta Kerja Sah Jadi UU, Mosi Tidak Percaya Trending

oleh -154 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS- DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin, 5 Oktober 2020, petang. Tanda pagar mosi tidak percaya pun menjadi topik yang trending di Twitter. Selain itu, petisi pembatalan Omnibus Law yang diunggah pada Senin, 5 Oktober 2020, telah ditandatangani hampir 7.500 orang meski belum 24 jam diunggah di change.org.

Berdasarkan pantauan di Twitter, tanda pagar mosi tidak percaya digunakan sedikitnya 52 ribu kali bersama dengan tanda pagar lain seperti Indonesia, batalkan omnibus law, dan DPR khianati Rakyat.

Akun Yayasan LBH Indonesia mencuitkan mosi tidak percaya sejak 3 jam lalu waktu Twitter. Dalam salah satu cuitannya, akun @YLBHI mencuitkan sejumlah tanda pagar yang bisa digunakan bagi warganet untuk membatalkan undang-undang baru itu.

“Retweet dan replay mana yang paling masuk akal? Presiden @jokowi paling bertanggung jawab sebagai inisiator RUU Ciptaker atau @DPR_RI khianati rakyat dengan mengesahkan RUU Ciptaker. Pilih salah satu. Ada giveaway,doaku buat kalian semua. Gass!”,” cuitnya 2 jam lalu waktu Twitter. Selain itu, YLBH juga mengunggah petisi dengan tanda pagar mosi tidak percaya. Petisi berjudul “Omnibus Law dan Buka Ruang Partisipasi Publik” itu telah ditandatangani 7.120 orang setelah diunggah di hari ini.

Terdapat lima inisiator petisi yang semuanya adalah pemuka agama. Dalam petisi tersebut, pemuka agama ini menyebutkan empat masalah dalam undang-undang tersebut. Masalah pertama yaitu tentang spionase dan ancaman beragama dan berkeyakinan. Masalah kedua yaitu pemangkaasan hak-hak buruh atau pekerja. Nantinya, pekerja atau buruh akan diupah semurah mungkin, tulis petisi. Masalah ketiga yaitu potensi konflik agraria, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Berikutnya adalah masalah tentang pemangkasan ruang penghidupan kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat atas nama pembangunan dan ekonomi. Masalah terakhir yaitu, terkait kekuatan birokratis yang terpusat berlawanan dengan semangat desentralisasi atau otonomi daerah pasca 1998.

“Karena itu, kami meminta DPR RI membatalkan Omnibus Law dan kembali membuka ruang partisipasi publik yang demokratis. Omnibus law adalah ancaman untuk demokrasi Indonesia. Kami bersuara dengan petisi ini untuk mengajak teman-teman menyuarakan keadilan,” tutup petisi itu. (Kiki)