Perppu Cipta Kerja Bikin Resah, Kemnaker Tak Goyah

oleh -40 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Di tengah pro-kontra terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melanjutkan sosialisasi masyarakat melalui media, Jumat (6/1/2023).

Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menegaskan, tujuan penerbitan Perppu Ciptaker untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya.

“Pentingnya memahami Perppu Ciptaker ini secara utuh, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Akhir-akhir ini banyak sekali berita tak benar dan hoaks, akibat tak memahami Perppu secara utuh,” ujar Indah Anggoro Putri.

Dijelaskan Indah, ketentuan mengenai substansi ketenagakerjaan terdapat dalam Bab IV Perppu Ciptaker, “Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang eksisting, sepanjang tak diubah dan dihapus oleh Perppu Ciptaker, maka pasal-pasal tersebut tetap berlaku,” katanya.

Perppu Ciptaker kata Indah juga memuat substansi ketenagakerjaan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja, seperti perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), waktu kerja dan waktu istirahat, pemutusan hubungan kerja dan pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.

Indah menjelaskan, pelaksanaan PKWT ada jangka waktunya dan tidak dapat dikontrak seumur hidup. “Dalam Perppu ini, memang tak mengatur periode waktu PKWT, tapi mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam PP 35/2021,” terangnya.

Persetujuan PHK

Terdapat dua jenis PKWT yakni berdasarkan jangka waktu, yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, maksimal 5 tahun dan PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu. “Jangka waktunya ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dalam waktu PKWT tersebut, juga harus disebut ruang lingkup selesainya pekerjaan,” ujar Indah.

Indah Anggoro Putri menambahkan sesuai Perppu Ciptaker, PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh dan pekerja/buruh memberikan persetujuan atas PHK tersebut.

“Bila terjadi perselisihan PHK, diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” ujarnya.

Ditegaskan Indah Anggoro Putri, Perppu Ciptaker juga tetap mengatur uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. “Adapun besarannya untuk masing-masing alasan PHK diatur lebih lanjut dalam PP 35/2021,” ujarnya.

“Kemnaker memohon sahabat-sahabat media untuk terus mensupport tujuan mulia dari terbitnya Perppu ini, kemudian memberitakan hal-hal yang benar, bukan memberitakan hal-hal yang belum tentu benar atau mungkin salah, ” ujarnya.

Penyempurnaan

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan bahwa substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis,” kata Menaker dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023).

Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain,

Jenis pekerjaan alih daya (outsourcing) dibatasi;
Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu;
Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi.
Gubernur memiliki kewenangan (tidak wajib) menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.

Penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih;

Penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas; dan
Mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan;
Menaker menjelaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan dan Jakarta.

“Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha,” tegas Menaker. (*)