Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun penjara, Djusman AR: Putusannya Belum Greget

oleh -1,084 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Makassar memutuskan Gubernur Nonaktif Provinsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah terbukti menerima suap. Nurdin mendapat vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

“Menjatuhkan pidana pada terdakwa dengan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan 4 bulan,” kata Hakim Ketua Ibrahim Palino saat membacakan amar putusan pada Senin (29/11/2021).

Selain itu, Nurdin Abdullah juga mesti membayar uang denda pengganti atas suap yang diterimanya.

“Terdakwa akan dijatuhi hukuman tambahan berupa pembebanan uang pengganti sebesar 350 ribu dolar Singapura dan Rp2,187 miliar,” sambung Hakim Ibrahim.

Selain membayar uang pengganti, barang-barang berharga Nurdin hasil suap senilai Rp5 miliar juga telah disita.

“Majelis hakim setuju dengan penuntut umum bahwa terdakwa akan dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam waktu tertentu,” tambah hakim.

Vonis untuk Nurdin ini lebih rendah dari tuntutan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu pidana penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta.

Saksi pelapor Djusman AR saat dimintai tanggapannya menuturkan,  jika dirinya pada prinsipnya memberikan apresiasi atas kinerja penyidik dan atau JPU KPK.

“Pada prinsipnya kita apresiasi, pembuktian kasus tersebut atas apa yang dilakukan oleh penyidik KPK. Meskipun pada akhirnya putusan yang ditetapkan oleh majelis hakim sedikit mengusik atau dalam arti mengecewakan,” ujar Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi ini saat dimintai tanggapannya, Senin (29/11/2021) malam.

Alasannya, karena majelis hakim belum memperlihatkan semangat anti korupsi yang ‘greget’ dan bahkan lebih rendah dari  tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut 6 tahun penjara.

“Meskipun demikian, kita menghargai putusan tersebut, setidaknya bagi kami saksi pelapor, dapat membuktikan bahwa apa yang kami laporkan yang tadinya menuai sorotan atau caci maki, telah menjadi pembuktian,” ujar Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar  ini.

Djusman menambahkan, dengan adanya putusan hakim atas vonis Nurdin Abdullah menguatkan laporannya ke KPK dalam hal wujud peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

“Bahwa laporan kami menguatkan murni demi hukum sebagai perwujudan peran serta masyarakat yang dijamin konstitusi,” jelas Djusman.

Kata Djusman, dengan putusan tersebut juga menjadi pelajaran atau warning terhadap seluruh pemerintah daerah agar senantiasa menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian.

“Dan tidak sok hebat dalam memimpin birokrasi,” tegasnya.

“Dan kepada para sahabat penggiat anti korupsi, mari kita senantiasa konsisten dalam menyuarakan pemberantasan tindak pidana korupsi baik dalam bentuk upaya pencegahan maupun penindakan atau pengaduan. Jangan pernah berhenti memerangi korupsi dengan semangat optimisme yang tinggi dan proporsional” pungkasnya.

Nurdin Pikir-pikir Banding

Sementara itu, Nurdin Abdullah menyatakan bakal memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir banding merespons vonis 5 tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi.

Hal itu disampaikan pengacara Nurdin, Arman Hanis usai mengikuti persidangan secara daring dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/11) malam.

“Pak Nurdin menyampaikan bahwa dia pikir-pikir, semua akan dipertimbangkan. Kami akan diskusikan kembali dengan klien kami dan keluarga. Semua itu [pertimbangan hakim] akan kami pertimbangkan dengan baik,” ujar Arman kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/11) malam.

Arman menuturkan ada sejumlah pertimbangan majelis hakim yang tidak mengakomodasi fakta persidangan. Satu di antaranya ialah terkait uang Rp2,5 miliar yang diamankan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT). Menurut dia, dalam fakta persidangan ditemukan bahwa Nurdin tidak mengetahui hal tersebut.

“Menurut kami itu salah satu yang berdasarkan fakta yang ada, majelis hakim enggak melihat itu,” pungkasnya.

Sebelumnya juga, mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan Edy Rahmat divonis atas perkara yang sama pada hari ini. Edy Rahmat dijatuhi vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada kasus suap dan gratifikasi Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah.

Edy pun dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana suap sebagaimana dakwaan jaksa.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Rahmat terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,” kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino dalam putusannya di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (29/11/2021).

Sidang putusan terhadap Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat digelar virtual dan ditayangkan secara langsung dari YouTube milik KPK RI. (*)