Kemendikbud Ristek Bantah Legalkan Praktik Perzinaan di Kampus

oleh -81 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021, tentang Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi sedang menjadi kontroversi, karena dinilai mengakomodir pembiaran praktik perzinaan di kampus.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam membantah tudingan yang menyebut aturan itu melegalkan praktik perzinaan di kampus. Dia menegaskan, tak ada satu pun keredaksian yang berbunyi soal melegalkan zina.

“Tidak ada satu pun ayat dalam Permendikbud Ristek (PPKS) yang melegalkan perzinaan,” kata Nizam kepada Limapagi, Rabu, 10 November 2021.

Nizam menegaskan, terbitnya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 untuk pencegahan dan penindakan praktik kekerasan seksual di kampus.

Ia pun meminta agar Permendikbud Ristek ini tidak dipelintir, sehingga menimbulkan persepsi liar yang keluar dari ruang lingkup atau esensi diterbitkannya peraturan itu.

“Permendikbud tersebut fokusnya mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Tidak mengatur di luar hal tersebut. Jadi mohon tidak dimaknai di luar lingkup pengaturan tersebut,” ujar Nizam.

Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, A. Tholabi Kharlie mengatakan, di dalam Permendikbud Ristek PPKS ini terdapat norma yang justru menimbulkan persoalan baru terkait dengan penormaan. Hal tersebut yang kemudian menimbulkan reaksi publik yang cukup luas.

“Definsi kekerasan seksual yang tertuang di Pasal 5 ayat (2) huruf b, f, g, h, l, m secara terang-terangan menginstrodusir tentang konsep concent atau voluntary agreement, persetujuan aktivitas seks yang tidak dipaksakan. Dalam konteks norma yang dimaksud adalah larangan melakukan perbuatan seks tanpa persetujuan korban,” Kata Tholabi dalam keterangannya.

Di norma berikutnya, lanjut Tholabi, yakni di Pasal 5 ayat (3) membuat kategorisasi tidak legalnya persetujuan aktivitas seks sebagaimana disebutkan di Pasal 5 ayat (2) bila korban dalam keadaan belum dewasa, di bawah tekanan, di bawah pengaruh obat-obatan, tidak sadar, kondisi fisik/psikologis yang rentan, lumpuh sementara atau mengalami kondisi terguncang.

“Konsepsi concent diadopsi penuh dalam belied ini. Di sini letak krusialnya,” Kata Tholabi.