Bawaslu RI ‘Melawan’: Tunda Pemilu Tak Mungkin hanya dengan Putusan PN, Harus Ubah UUD!

oleh -24 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Sejumlah pihak angkat suara terkait kebijakan atau putusan putusan PN Jakarta Pusat yang meminta KPU menunda Pemilu 2024. Mulai dari akademisi, politisi hingga netizen bersuara soal putusan tersebut.

Bahkan penyelenggaraan pemilu juga ikut angkat suara terkait putusan yang dinilai tidak tepat itu. Kali ini datang dari Anggota Bawaslu RI Puadi.

Puadi menyebut pihaknya sedang mengkaji dampak dari putusan PN Jakarta Pusat yang meminta KPU menunda Pemilu 2024. Setelah mengabulkan gugatan Partai Prima, PN Jakpus lalu meminta KPU sebagai tergugat untuk menunda Pemilu 2024.

“Penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan Pengadilan Negeri, apalagi putusan perdata yang tidak punya sifat erga omnes,” kata Puadi saat dihubungi kumparan, Kamis (2/3).

Sebab, lanjut mantan Ketua Panwaslu Jakarta Pusat ini, di Pasal 22 E Ayat 1 dan Ayat 2 UUD 1945 sudah ditegaskan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Sehingga penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan.

“Mengingat pemilu merupakan agenda fundamental negara, maka jika ingin menunda pemilu maka dibutuhkan perubahan UUD. UU Pemilu kita tidak mengenal penundaan pemilu, yang ada hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan,” tegasnya.

Puadi menjelaskan, sebelumnya Bawaslu sudah memutuskan perkara dugaan pelanggan administrasi yang dilakukan KPU dengan meminta digelar verifikasi susulan. Namun dalam prosesnya, ternyata Partai Prima tak lolos, hingga menggugatnya kembali di Bawaslu, PTUN, hingga PN Jakarta Pusat.
“[Padahal] berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu, pelaksanaan verifikasi susulan tersebut sudah dilakukan sesuai dengan kehendak PKPU 4/2022,” pungkasnya.

Sebelumnya,

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Imran Eka Saputra yang menilai bahwa bukan ranah PN untuk memutus perkara penundaan Pemilu 2024.

“Saya menilai bahwa bukan ranah PN untuk memutus perkara soal penundaan Pemilu,” ujar Imran Eka Saputra dalam keterangan persnya, Jumat (3/3/23).

Imran menambahkan, penundaan Pemilu di luar tahapan penyelenggaraan Pemilu pada dasarnya tidak memiliki instrumen hukum. Adapun, sambungnya, realisasi untuk penundaan Pemilu dapat dilakukan melalui penerbitan Perppu atau melalui Amandemen UUD 1945.

“Jika merujuk pada penerbitan Perppu, maka diperlukan penegasan terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa sehingga penundaan pemilu dapat dilakukan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, realisasi penundaan Pemilu dengan paradigma rasional dapat dilakukan melalui Amandemen UUD 1945. Walaupun, katanya, Amandemen UUD NRI 1945 merupakan paradigma rasional untuk merealisasikan wacana penundaan Pemilu Tahun 2024, tetapi hal tersebut bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.

“Selain kondisi politik yang terbangun untuk merealisasikan Amanademen UUD NRI 1945, juga berkait dengan kondisi bangsa Indonesia khususnya terhadap paradigma sosial kultural masyarakat jika Amandemen dilakukan terhadap penundaan Pemilu 2024 itu sendiri,” jelasnya.

Menurut Imran, jika amandemen UUD 1945 dilakukan untuk merealisasikan penundaan Pemilu 2024, maka akan berimplikasi pada sistem Demokrasi, Kepemiluan dan Ketatatanegaraan Indonesia, yang dimana salah satunya yaitu terkait ketentuan-ketentuan teknis penyelenggaraannya yang notabene dilakukan perubahan khususnya pada UU No. 7/2017 itu sendiri.