Tim Hukum UMI Tegaskan Tidak Pernah Polisikan Dua Mahasiswa

oleh -124 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Koordinator Tim Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Sufirman Rahman angkat bicara perihal kasus hukum yang membelit dua mahasiswa UMI.

Ari Nugraha dan Sahrul Pahmi merupakan pengurus lembaga pers mahasiswa UPPM UMI. Mereka dilapor ke pihak kepolisian atas dugaan kasus penganiayaan dan pengrusakan saat menolak penggusuran Sekretariat UKM UMI beberapa waktu lalu.

Pemanggilan keduanya berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/413/X/2021/Polda Sul-Sel/Restabes Makassar tanggal 16 Oktober 2021, tentang dugaan tindak pidana penganiayaan dan pengrusakan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat (1) KHUPidana atau pasal 406 KHUPidana.

Dia menegaskan kasus yang menyeret kedua mahasiswanya bukan atas laporan pihak UMI. Sehingga Prof Sufirman menyayangkan adanya tudingan yang menyebut pihak kampus lepas tangan atas kasus tersebut.

“Rektor juga tidak pernah lepas tangan, masa anak kita terlibat masalah kita mau lepas tangan. Mereka pihak perusahaan yang melapor, bukan UMI,” tegas Prof Sufirman, Senin (8/11/2021).

Dia menjelaskan insiden itu bermula dari kebijakan Rektor UMI Makassar Prof Basri Modding yang ingin membangun sekretariat UKM UMI yang lebih representatif.

Sebab, menurut dia, sekretariat yang terletak tepat di samping Auditorium Al-Jibra UMI itu terlihat sangat kumuh.

Padahal sebagai kampus terakreditasi unggul, UMI bukan hanya perlu unggul dari sisi akademik tetapi juga fasilitas sarana dan prasarana. Sehingga menurut dia, pembangunan sekretariat UKM UMI dianggap perlu.

Namum pada saat akan dilakukan pembongkaran, pihak mahasiswa justru melakukan penolakan. Alat berat berupa ekskavator dirusak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Bahkan, sopir ekskavator dianiaya hingga mengalami luka berat pada bagian kepala.

“Pada saat mau dibongkar, itu ada alat berat ekskavator. Itu kan ada sopirnya, mobil itu dihancurkan, dilempari. Alat berat begitu kan mahal, dan itu alat berat pihak perusahaan yang di sewa. Sopirnya dianiaya, dilempari. Pecah kepalanya, berdarah-darah. Ini kan orang tidak melawan dianiaya. Sampai terkapar,” papar dia.

Dia pun menyayangkan dengan tindakan tersebut. Hanya saja, penegakan hukum menjadi kewenangan kepolisian.

Namun dia, berjanji akan memfasilitasi kedua mahasiswa yang terlibat kasus di kepolisian. Paling tidak, kata dia, hukuman kedua mahasiswa UMI tersebut bisa diringankan.

“Kalau anak-anak kita datang baik-baik menjelaskan ada masalah begini, kami bisa koordinasi dengan pimpinan kepolisian. Tidak mungkin kita intervensi, tapi ada hal-hal yang bisa dikomunikasikan. Misalnya tidak usah sampai di tahan, masih banyak kemungkinan. Harus dengan cara-cara yang terhormat,” ujar dia. (*)