Rampas Hak Rakyat, Aktivis Anti Korupsi Enrekang Desak Pemerintah Pusat tak Cairkan PEN untuk PTPN XIV

oleh -479 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Aktivis anti korupsi Rahmawati Karim, mendesak pemerintah pusat agar mempertimbangkan pencairan dana program pembukaan lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV di Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. “Sebaiknya pemerintah pusat mempertimbangkan pencairan dana pembukaan lahan oleh PTPN XIV,” kata Rahmawati Karim kepada media ini Jumat (25/3/2022).

Apalagi dana yang digunakan merupakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang salah satunya bertujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi petani akibat pandemi. Tapi di Enrekang, dana PEN itu justru dimanfaatkan untuk memiskinkan rakyat.

“Faktanya, dana pinjaman itu bukan dilperuntukkan membantu petani tapi justru menyengsarakan petani karena tanamannya dibabat habis untuk persiapan tanam sawit,” jelas Rahmawati Karim salah satu pendiri Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU).

Dirinya juga berharap agar pemerintah pusat mengevaluasi program PTPN XIV selama ini di Maroangin. Apalagi keberadaan PTPN di Enrekang, tidak memberikan kontribusi ke masyarakat dan pemerintah.

“Kehadiran PTPN justru menimbulkan konflik di masyarakat. Lahan garapan dan ternak warga di ekskavator untuk sawit,” ungkap Rahma panggilan akrab agen Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Enrekang ini.

Penggusuran semakin meluas lanjutnya, setelah Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando mengeluarkan rekomendasi pembaharuan HGU Nomor 424/2867/SETDA/2020 tertanggal 15 September 2020 ke PTPN XIV. Minggu kedua Desember 2021, mulai menggusur tanaman produktif warga di wilayah Sikamasean hingga memasuki perkampungan warga.

“Pemerintah hanya diam bahkan menguatkan perampasan hak-hak asasi warga untuk hidup yang layak lewat surat rekomendasi. Saat ini sudah lebih 100 petani yang digusur tanamannya yang tersebar di dua kampung. Jumlah ini di luar penggusuran yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya,” terang Rahma.

Parahnya lagi, penggusuran di kampung Sikamasean dan TPA Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa dilakukan hingga ke halaman rumah. Beruntung rumah belum dirobohkan sehingga warga masih memiliki tempat tinggal. “Sekarang masih tersedia tempat tinggal. Tapi untuk makan sudah di ekskavator sampai tanaman yang ada di halaman rumah juga diratakan tanah. Belum termasuk pengrusakan kandang ternak,” ujarnya. .

Tahun 1973, PT Bina Mulia Ternak (BMT) mendapat konsesi HGU yang berakhir 2003 untuk peternakan sapi selama 30 tahun dengan Nomor HGU 01/ENREKANG/73 tanggal 27 April 1973, seluas 5.230 hektar.  Namun pada tahun 1996, PT BMT dilebur jadi PTPN yang mengelolah perkebunan ubi dan saat ini beralih ke perkebunana sawit. “Bergantinya bisnis PTPN dari mengolah ternak lalu tapioka dan sawit, bukti perusahaan ini tidak memberikan kontribusi tapi justru merugikan negara. Ini diperkuat oleh surat peringatan yang dikeluarkan pemkab Enrekang tahun 2016,” tambahnya.

Sekedar informasi, lahan yang diklaim PTPN XIV tersebar di Desa Patondon Salu, Pakkodi Kelurahan Bangkala, Desa Botto Malangga, Desa Batu Mila yang terletak di wilayah Kecamatan Maiwa dan Desa Karrang, Kecamatan Cendana. (*)