Rahmawati Karim: Yang Saya Kritik, itu Kebijakan Bupati Bukan Pribadinya

oleh -399 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS –  Rahmawati Karim, pendiri Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU), akhirnya angkat bicara terkait tanggapan Sekretaris Daerah (Sekda) Enrekang, H. Baba, dibeberapa media online sejak pekan lalu. Rahma panggilan akrab agen Saya Perempaun Anti Korupsi (SPAK) Enrekang ini, menanggapi satu persatu pernyataan H. Baba dalam pemberitaan yang berjudul “Diduga Tendensius dan Bermuatan Kebencian, Pemkab Enrekang dalami Tuduhan Korupsi Kebijakan”.

Pertama kata Rahma, terkait perubahan kebijakan hal yang biasa terjadi di Indonesia menyesuaikan kebutuhan. Tapi, perubahan itu tidak merugikan layanan publik apalagi sampai bertentangan konstitusi. “Idealnya, pemkab membuat perubahan kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat bukan sebaliknya mengutamakan kepentingan pemodal yang justru berdampak pada kesengsaraan rakyat. Bahkan terancam kelaparan akibat kehilangan tanaman pertanianya. Kebijakan itulah yang bertentangan dengan nilai-nilai anti korupsi. Jadi itulah korupsi kebijakan yang saya maksud,” jelas Rahma.

Kedua, terkait kebijakan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando lanjut Rahma, salah satu dokumen yang membuktikan telah merekomendasikan dan menyetujui untuk pengembangan kelapa sawit oleh PTPN XIV di Enrekang. “Artinya, pembukaan lahan sawit yang berdampak pada pengrusakan dan penggusuran mata pencaharian warga saat ini, atas persetujuan pemerintah daerah lewat surat nomor 424/2867/SETDA/2020 tertanggal 15 September 2020,” ungkap Rahma lagi.

Ketiga, masalah pembunuhan karakter terhadap pribadi bupati itu dinilai Rahma, pernyataan H. Baba, yang sangat keliru. Tugas masyarakat ikut membangun bangsa termasuk daerah, salah satunya mengkritisi kebijakan yang tidak memihak kepada publik. “Yang saya kritik, itu kebijakan bupati bukan pribadinya. Jadi kalau mengkritik kebijakan pemegang amanah dianggap fitnah, lalu dimana peran saya dan masyarakat lainnya ikut membangun daerah. Bukankan negara kita telah mengatur disejumlah regulasi terkait peran serta masyarakat,” tegas Rahma.

Rahma menjelaskan jika kritikan yang dilontarkan terkait kebijakan, dianggap ujaran kebencian salah satu ciri kepemimpinan yang anti kritik.

Parahnya lagi kata dia, kepemimpinan anti kritik akan berdampak pada buruknya layanan publik. “Justru pemerintah yang ingin berjalan secara normatif, betul-betul amanah, bakal cinta pada kritikan. Karena mereka bersyukur ada yang selalu ingatkan agar dapat mencegah kepemimpinan dari perilaku koruptif apalagi korupsi,” terang Rahma.

Dirinya tidak mempersoalkan adanya investor masuk Enrekang membangun daerah. Asalkan, kehadiran investor dapat membantu pertumbuhan ekonomi daerah khsusunya masyarakat. “Tapi kalau justru datang memiskinkan rakyat, mematikan mata pencahariannya bahkan sampai terancam kelaparan hingga terancam kehilangan kesempatan pendidikan, ini tidak boleh kita biarkan. Pemikiran saya sudah tidak normal, kalau faka ini masih saja saya anggap hal yang biasa saja. Ini sudah merampas hak asasi warga,” kesal Rahma.

Ketika ada persoalan pengabaian hak rakyat oleh negara lewat kebijakan daerah tutur dia lagi, seharusnya pemerintah tidak selalu memperhadapkan rakyat dengan hukum. “Dalam situasi ini, posisi rakyat kecil berhadapan penguasa yang memiliki segalanya baik jabatan maupun modal, rakyat kalah. Kecuali pemerintah berada pada posisi rakyat, bersama rakyatnya berhadapan hukum seperti di daerah lain, ada ruang bagi rakya,” cerita Rahma.

Dirinya mengungkapkan jika persoalan rakyat di Enrekang tidak bakal sampai ke pusat, andaikan pemerintah daerah peduli rakyatnya.

“Pak H. Baba saat itu wakili bupati dalam rapat di DPRD Sulsel. Jadi beliau mengerti jika ada beberapa poin rekomendasi yang dikeluarkan salah satunya hentikan penggusuran. Bahkan Pak Sekda berjanji akan mengeluarkan surat penghentian penggusran saat kami datangi di kantor bupati awal Januari dimana penggusuran belum meluas. Tapi, faktanya tidak dilakukan. Bahkan, saat DPRD Sulsel hadir dua kali di Enrekang saja tidak dihadiri, apalagi saat warga datang mengadu, hanya disuguhi janji-janji manis,” tutup Rahma. (*)