PTPN Gusur Lahan Pertanian Warga, LSM PILHI Tindaklanjuti Laporan Masyarakat Enrekang

oleh -282 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS –  Menindaklanjuti laporan pengaduan Forum Aliansi Masyarakat Maiwa (FAMM), kabupaten Enrekang, pada hari Sabtu, 22 Januari 2022 di kantor Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (LSM PILHI) Jln. Poltek, kecamatan Tamalanrea, kelurahan Tamalanrea Indah, kota Makassar, pukul 16.00 Wita, perihal penggusuran pemukiman warga, dan perusakan lahan kebun warga yang memanfaatkan lahan eks HGU PTPN yang berakhir tahun 2003 lalu, dengan luas lahan kurang lebih 3.267 Ha yang kembali dikuasai oleh PTPN. Pada prinsipnya LSM PILHI siap memback up, dan tampil terdepan dalam mengawal kasus ini hingga tuntas.

Dampak yang ditimbulkan akibat penguasaan lahan secara sepihak, maka warga sekitar yang telah lama mendiami, dan memanfaatkan lahan tidur itu, terancam kehilangan mata pencaharian di atas lahan eks HGU PTPN yang mulai digusur sejak tahun 2016 lalu, hingga kini.

Bahkan, kawasan  peruntukan transmigrasi pun ikut digusur oleh pihak PTPN XIV yang dimulai dari Desember tahun 2021, sampai sekarang.

Padahal, lahan pemukiman transmigrasi itu dikeluarkan secara resmi oleh bupati Enrekang sebelum periode bupati Drs.H. Muslimin Bando, MPd

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.40 Tahun 1996, masa pemberian Hak Guna Usaha (HGU) oleh negara berlaku selama 35 tahun, dan dapat diperpanjang 25 tahun.

Namun, pengajuan perpanjangan HGU PTPN XIV tidak disetujui karena PTPN  lalai dalam menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam perundangan. Anehnya, meski mendapat penolakan perpanjangan HGU, pihak PTPN selaku eks pemegang HGU masih beraktivitas di area lahan Maroangin. “Secara, yuridis, lahan eks HGU itu kembali kepada negara, karena pengajuan perpanjangan HGU PTPN XIV ditolak oleh kementerian Agraria,” ujar Syamsir Anchi dengan nada tinggi.

Sesuai aturan yang berlaku, hak atas tanah eks HGU PTPN XIV secara otomatis kembali kepada negara, karena beberapa faktor antara lain: berakhirnya masa pemberian dan perpanjangan HGU, tidak terpenuhinya kewajiban pemegang HGU, dimana tidak pernah membayar uang kewajiban kepada negara. Faktor lain hilangnya HGU, karena dilepaskan secara sukarela, tanahnya ditelantarkan, atau dihapus secara hukum dalam keputusan pengadilan.

Olehnya itu, PILHI menilai, aktivitas di atas lahan eks HGU PTPN adalah ilegal, dan harus dihentikan, karena pihak PTPN belum mengantongi perpanjangan HGU, hanya bermodalkan rekomendasi dari bupati Enrekang, Drs.H.Muslimin Bando, MPd.

“Mestinya semua aktivitas dihentikan, sebelum adanya status perpanjangan HGU, namun pihak PTPN ngotot menanami kelapa sawit yang dulu lahan ini dikuasai oleh pak Soeharto dengan nama Bina Mulia Ternak, dimana peruntukannya ternak sapi. Setelah era Soeharto, lahan ini berubah fungsi seiring pelepasan hak kepada PTPN XIV menjadi tapioka, namun kembali merugi, hingga HGU tahun 2003 berakhir,” tegas mantan aktivis 98 ini.

Sejak itu, lanjut Anchi, lahan ini kembali telantar, jadi lahan tidur yang kemudian oleh warga setempat dimanfaatkan kembali untuk menjadi lahan produktif, antara lain ditanami tanaman jangka pendek, dan jangka panjang, jagung, merica, rambutan, cengkeh, dll.

Namun, tahun 2016 kembali PTPN XIV menjadi momok bagi petani lokal, pihak PTPN kembali mengelola lahan eks HGU, meski mendapat teguran secara tertulis dari bupati Enrekang melalui Setda kabupaten Enrekang perihal berakhirnya HGU PTPN XIV surat dengan nomor 180/1627 Setda tertanggal 2 Juni 2016, akan tetapi pihak PTPN XIV tidak mengindahkan surat peringatan Pemkab Enrekang, malah PTPN merapat ke Pemkab Enrekang, melalui surat direktur PTPN dengan nomor : S.66/02.N14/X/VII/2020 perihal rekomendasi pembaruan HGU PTPN.

Berkaitan surat direktur PTPN XIV, pemkab Enrekang menyambut surat itu dengan surat balasan tertanggal 15 September 2020 yang mengeluarkan surat rekomendasi pembaruan HGU PTPN yang akan dijadikan dasar dalam upaya kembali pengajuan perpanjangan HGU yang sudah 19 tahun tidak jelas status lahan yang dikuasai oleh PTPN XIV. “Kini ditanami kelapa sawit oleh PTPN, meski HGU PTPN XIV telah berakhir sejak tahun 2003,” ujar direktur eksekutif LSM PILHI, Syamsir Anchi.

Terbitnya surat rekomendasi kepada PTPN XIV oleh bupati Enrekang, telah mencederai warganya sendiri. Diduga kuat terjadi “deal” antara PTPN XIV dengan bupati Enrekang Drs. H. Muslimin Bando, Mpd, terbukti kini bupati pengganti H. Latinro Latunrung itu santer disebut oleh warga mengelola lahan di area eks HGU 100 Ha.

Selama beraktivitas PTPN XIV juga diduga kuat tidak memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), sejak memanfaatkan lahan yang terletak di perbatasan Sidrap Enrekang, khususnya desa Pattandong Salu kelurahan Bangkala, lingkungan Pa’kodi desa Botto Mallangga, desa Batu Mila, kecamatan Maiwa, dan desa Karrang kecamatan Cendana, kabupaten Enrekang.

Dalam waktu dekat LSM PILHI, kata Syamsir Anchi, akan melakukan Somasi terhadap pihak-pihak terkait, termasuk kepada bupati Enrekang untuk segera mencabut rekomendasi pembaruan HGU, dan mensomasi PTPN XIV agar menghentikan segala aktivitas di area lahan yang dimanfaatkan warga Maroangin, dan sekitarnya. (**)