Petani Enrekang Ditangkap, AMPU Mengadu ke Komisi VI

oleh -460 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU) menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (19/01/23. Rapat yang dipimpin M. Sarmuji Wakil Ketua Komisi VI didampingi Aria Bima Wakil Ketua Komisi VI  juga dihadiri beberapa anggota Komisi VI  diantaranya, H. La Tinro La Tunrung, Tommy Kurniawan dan Doni Akbar. Sementara perwakilan AMPU diantaranya, Andi Zulfikar, Mansur, Ahril, Gugun dan Rahmawati Karim.

Koordinator AMPU  Andi Zulfikar dalam rapat menyampaikan jika lahan yang digarap PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV di Enrekang telah berakhir masa Hak Guna Usaha (HGU) sejak tahun 2003. Sehingga lahan berubah peruntukannya baik fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos) dan penguasaan orang per orang.

“Termasuk Kebun Raya Massenrempulu, Bumi Perkemahan, SMK Negeri 3 Enrekang, TPA Sampah, prasarana PDAM, Breeding Centre milik Universitas Hasanuddin, Kawasan Industri Maiwa, dan  kompleks pemukiman warga korban banjir tahun 1987 50 Ha,” jelasa Andi Zulfikar.

Namun wilayah operasi yang awalnya PT Bina Mulya Ternak (BMT) seluas 5230 Ha, tidak semua wilayah dikelola hingga berakhir HGU 2003. Sehingga lahan tersebut dimanfaatkan warga lewat persetujuan pemerintah daerah.

“1999  Bupati Enrekang  H. Iqbal Mustafa, mengelurkan kebijakan pengelolaan lahan terlantar pada areal PTPN ke warga sesuai SK Nomor 387/SK/XI/1999 tanggal 16 November 1999,” ungkap Andi Zulfikar.

Ditambahkan Mansur salah satu warga yang telah puluhan tahun menggarap lahan di Desa Karrang, Kecamatan Cendana jika terdapat 315 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1.250 jiwa yang tersebar di empat dusun. “Kalau lahan kami digusur PTPN itu artinya kita memiskin sebagian besar penduduk karena sumber ekonomi kami dari pertanian, Jika lahan sudah tidak ada maka kami juga kehilangan sumber ekonomi,” terang Mansur.

Dalam pertemuan itu juga disampiakan beberapa tuntutan diantaranya, pertama,  agar menghentikan aktivitas PTPN XIV karena lahan tersebut digarap warga. Kedua, tidak menerbitkan dokumen pembaharuan HGU PTPN XIV karena mayoritas penduduk Enrekang hidupnya tergantung pada alam sebagai petani dan peternak. Ketiga, mengeluarkan Keppres tentang pendistribusian tanah eks HGU PTPN XIV kepada rakyat untuk menetapkan lokasi tersebut sebagai tanah objek reforma agrarian.

Keempat, membatalkan surat rekomendasi pembaharuan HGU Nomor 424/2867/SETDA/2020 yang dikeluarkan Bupati Enrekang H. Muslimin Bando. Kelima, memberikan perlindungan, jaminan hidup dan ganti rugi  kepada petani yang lahan garapannya dihancurkan dan ternak mati tidak wajar selama berlangsungnya aktivitas PTPN XIV. Keenam, agar pihak terkait (Polri dan PTPN XIV) agar menghentikan teror, intimidasi dan upaya proses kriminalisasi kepada petani dan aktivis AMPU dengan cara menggunakan aparat penegak hukum termasuk Brimob serta warga setempat di perusahaan
Tuntutan yang terakhir, Rahmawati Karim berulang kali menyampaikan permohonan bantuan untuk mendesak Kapolres Enrekang melalui Kapolri membebaskan Sidi (55) salah seorang petani yang ditahan di Polres Enrekang sejak tanggal 10 Januari 2023 karena adanya konflik dengan PTPN XIV tanpa syarat.

“Memang terjadi keributan di lokasi perkebunan sawit tapi itu sudah saling memaafkan antara petani dan buruh. Bahkan buruh yang terkena kayu dari petani pada bagian paha, justru yang minta maaf karena mereka ini tetangga bahkan keluarga. Tapi pihak PTPN XIV ini yang berkeras makanya dampaknya penangkapan pada malam,” pungkasnya.

Sebelum rapat diakhiri, pimpinan rapat menyampaikan kesimpulan jika Komisi VI DPR RI akan menindaklanjuti masalah penggusuran lahan dan ternak di Kabupaten Enrekang seperti yang disampaikan AMPU dengan segera memanggil PTPN XIV dan PTPN III sebagai holding. (*)