Pemda Enrekang Alami Defisit Anggaran Rp 78 Miliar, Pemuda: Anggaran Covid-19 di Korupsi Honor Teanga Medis Selama 6 Bulan tidak Terbayarkan

oleh -1,233 views
oleh
Bupati Enrekang, Muslimin Bando

UPDATEAULSEL.NEWS Kondisi keuangan Pemkab Enrekang tahun 2020 lalu mengalami defisit sekitar Rp 78 miliar.

Pendapatan yang diperoleh tidak mampu membiayai anggaran belanja yang telah direncanakan pada APBD tahun 2020 lalu.

Bahkan jumlah defisit tahun 2020, jauh lebih besar jika dibandingkan defisit anggaran daerah tahun 2019 yang mencapai sekitar Rp 65 miliar dan tahun 2018 sekitar Rp 35 miliar.

Hal itu diakui oleh Kepala Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Enrekang, Nurjannah Mandeha, Senin (25/1/2021) dilansir dari Tribun Enrekang.

Menurutnya, adanya wabah Covid-19 menjadi faktor utama penyebab terjadinya defisit anggaran tahun 2020.

“Iya kita memang defisit tahun lalu Rp 78 miliar, itu dipengaruhi oleh adanya recofusing anggaran karena Covid-19,” kata Nurjannah beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, pengaruh utama defisit keuangan yang dialami Pemda adalah pendapatan secara keseluruhan berkurang karena tiba-tiba dilakukan direcofusing.

Apalagi, adanya recofusing anggaran dari pusat terhadap dana transfer ke daerah, sehingga secara total anggaran yang direcoposing untuk Covid-19 adalah Rp 107 miliar.

Sementara dalam kondisi tersebut, belanja seperti fisik tetap jalan, meski memang dilakukan recofosing namun hal itu akan jadi utang belanja tahun 2021.

“Kondisi Covid paling bepengaruh, karena PAD kita juga tak maksimal, contoh kasusnya pajak dari rumah makan itu kan berkurang, karena pembatasan interaksi hadapi Covid-19,” ujar Nurjannah.

Nurjannah menambahkan, selain faktor Covid-19, defisit juga dipengaruhi karena tiap tahun belanja daerah meningkat, dan meski PAD juga meningkat, hanya saja realisasi target pendapatan yang kurang.

Sebab, terlalu banyak belanja direncanakan dan hampir belanja terealisasi, namun juga begutu banyak target pendaptan yang tidak tercapai tahun lalu.

“Jadi untuk utang kita di tahun 2020 kemarin, akan dibayarkan tahun ini, pakai SK parsial. Semoga tahun ini tidak ada lagi kasus yang sama (Recofosing Covid-19),” katanya.

Menanggapi pernyataan kepala BPKAD kabupaten Enrekang, Nurjanah membuat pemerhati Pemerintahan Kabupaten Enrekang, Ridwan Wawan Poernama alasan kepala BPKAD Kabupaten Enrekang tidak mendasar. Ridwan Wawan Poernama menjelaskan, pandemi Covid-19 diduga menjadi akses korupsi dilakukan Pemda kabupaten Enrekang.

Salah satu contoh, BPKAD telah mencairkan anggaran penangan Covid-19 sebesar Rp 15 Miliar akan tetapi honor tenaga medis tidak terbayar selama 6 bulan melalui APBD 2020. Tidak hanya itu, Tim Reaksi Cepat Dinas kesehatan Kabupaten Enrekang juga belum terbayarkan sampai saat ini

“Alasan kepala BPKAD Kabupaten Enrekang dengan adanya pengaruh Covid-19 bukan alasan yang tepat. Tahun anggaran 2020 melalui BPKAD telah mencairkan anggaran Covid-19 akan tetapi honor tenaga medis tidak terbayarkan selama 6 bulan dan TRC tidak terbayarkan, jadi itu namanya ada korupsi,” ungkap Ridwan Wawan Poernama, Minggu (7/2/2021).

Kemudian banyaknya SPPD yang tidak jelas tujuannya tetap dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan DPRD Kabupaten Enrekang melalui Sekwan. Ridwan Wawan Poernama juta menduga banyaknya anggaran terpangkas di setiap OPD hingga anggaran setiap Kecamatan di kabupaten Enrekang dipangkas. Namun anggarannya tidak terlihat dan dirasakan baik oleh masyarakat apalagi selama pandemi Covid-19.

“Kemudian SPPD di seluruh OPD bahkan di DPRD tetap jalan selama pandemi Covid-19. Artinya Pemda kabupaten Enrekang terlalu mubassir. Dari segi hasil pertanian selama pandemi Covid-19 itu normal akan tetapi memang jauh sebelum pandemi Covid-19 datang, Pemda kabupaten Enrekang memang tidak fokus memperhatikan sektor pertanian sebagai pendongkrak Pendapat Asli Daerah (PAD),” jelasnya

Sekedar diketahui, banyak korupsi di lingkup Pemerintahan Kabupaten Enrekang dimasa kepemimpinan Bupati, Muslimin Bando. Mulai dari kasus bantuan bibit pertanian senilai Rp 15 Miliar yang sampai saat ini belum menuai kepastian hukum dark Polda Sulsel.

Kemudian kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) seniali Rp 39 Miliar  ditangani oleh Kejati Sulsel sampai saat ini belum menuai kepastian hukum. (*)