PB HMI: Ayo Bersatu Batalkan UU Pemindahan Ibu Kota Negara Segera!

oleh -158 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Tepatnya hari ini (Kamis, 3/2/2022) PB HMI MPO bergabung bersama Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) menggugat Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gabungan rakyat ini mengatasnamakan diri PNKN.

PNKN mendesak agar MK membatalkan UU IKN tersebut segera. RUU IKN disahkan melalui rapat paripurna DPR RI Tepatnya tanggal 18 Januari lalu ini belum genap satu bulan disahkan. Di mana dalam UU ini terdiri dari 11 bab dan 44 pasal memuat urusan pemindahan ibu kota baru. Banyak yang menyebutnya aneh karena pembahasan RUU ini sangat cepat hanya 43 hari, jika terhitung dari 7 Desember 2021 lalu.

PB HMI bersama PNKN menilai UU catat karena tidak disusun dengan perencanaan yang berkesinambungan. Meningat, dari dokumen perencanaan pembagunan nasional tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.

“Selain itu, tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam UU Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022,” kata Ketua Umum PB HMI MPO Affandi Ismail dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/2/2022).

Bagi HMI, UU IKN pada proses Pembentukan UU tersebut tidak memperhatikan materi muatan yang ada. Di dalamnya banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana.

“Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan pada peraturan pelaksana. UU ini tak secara detail mengatur administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih bersifat makro mengatur terkait IKN. Beragam materi didelegasikan pada 13 perintah pendelegasian di UU IKN sejatinya menjadi materi muatan dalam level undang-undang yang bersifatnya strategis.

Pada UU IKN ini, HMI menilai pembentukannya tak memperhitungkan efektivitas terkait Peraturandi tengah masyarakat, baik landasan filosofis, sosiologis, juga yuridis.

Oleh karena itu, bagi HMI, IKN merumakan materi disebutkan di UUD NRI Tahun 1945, maka setiap kebijakan berkaitan IKN harus dirumuskan secara komprehensif dan holistik.

“Sehingga kebijakan pemindahan IKN tak memertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, dari waktu ke waktu trenya masih cukup tinggi,” terang Affandi.

Menurut HMI, UU IKN Tak dibutuhkan. Berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), sebanyak 61,9 persen orang tak setuju Ibu Kota Pindah.

“Pemborosan anggaran alasan utama responden tak setuju. Ada 35,3 persen responden tidak setuju menjawab. Sementara 18,4 persen menganggap lokasi yang dipilih kurang strategis dan 10,1 persen responden menilai fasilitas Jakarta sudah sangat memadai. Selanjutnya, ada angka 5,6 persen respondenengkhawatirkan utang bertambah jika pemindahan ibu kota terjadi. Hanya ada 4,7 persen responden menilai pemindahan ibu kota bisa mengubah sejarah atau nilai historis bangsa ini.

Selain itu, PB HMI menolak Ibu Kota Negara pinda karena pembentukan UU IKN minimnya partisipasi rakyat di tengah Pandemi Covid-19. Sejatinya, sebuah RUU yang disahkan perlu partisipasi masyarakat Indoensia secara luas.

“Dari 28 tahapan pada proses pembahasan RUU IKN ini di DPR, hanya ada 7 (tujuh) agenda dokumen dan informasinya dapat diakses. Sementara lainnya, tidak dapat diakses oleh publik luar. Pembentukan UU IKN ini dibahas sejak tanggal 3 November 2021 hingga 18 Januari 2022. Itu artinya, waktu itu hanya memakan 42 hari. Dan tahapan ini tergolong cepat sekali pada pembahasan sebuah RUU IKN sangat strategis dan akan berdampak luas bagi seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya. (**)