Pasca Penahanan Kepala BPKAD Takalar, WALHI Sulawesi Selatan desak Kejati Dalami dan Memeriksa proyek MNP dan Boskalis

oleh -38 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan terus mendalami kasus dugaan korupsi Penyimpangan Penetapan Harga Jual Tambang Pasir Laut tahun 2020 di Galesong, Kabupaten Takalar.

Penyidik Kejati Sulsel diketahui terus mengusut kasus ini usai Mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) Takalar, Gazali Mahmud alias GM ditetapkan sebagai tersangka.

Melihat perkembangan kasus korupsi dalam bidang sumber daya alam ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan turut berkomentar dalam siaran persnya (06/04/23).

Komentar ini disampaikan langsung oleh Slamet Riadi, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulawesi Selatan yang menjelaskan bahwa dengan kasus sekarang semakin mempertegas adanya praktik gelap dan koruptif dalam proyek tambang pasir laut untuk keperluan pembangunan Makassar New Port.

“Publik tentu masih mengingat jelas bagaimana kami pernah melaporkan dugaan monopoli usaha dan keterlibatan kolega Nurdin Abdullah dalam proyek tambang pasir laut, hingga kasus penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan yang saat itu dijabat oleh Nurdin Abdullah”, ungkapnya.

Tidak hanya sisi gelap dan koruptif yang mewarnai proyek tersebut, tetapi juga dampak yang kini dirasakan oleh masyarakat beserta dengan degradasi lingkungan yang saat ini terjadi.

“Hasil kajian terbaru yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa saat ini ekosistem wilayah tangkap nelayan pasca tambang pasir laut berubah drastis seperti terumbu karang yang rusak hingga mengalami pemutihan, kekeruhan yang masih terjadi jika arus kencang, arus dan ombak yang semakin tinggi, banjir rob semakin mengintai, pendapatan nelayan yang tidak lagi seperti biasanya, hingga banyak keluarga nelayan Pulau Kodingareng yang harus meninggalkan pulau ke luar Sulawesi untuk menyambung hidup”, Ujar Slamet.

Terakhir, Kepala Departemen Riset dan Kajian WALHI Sulawesi Selatan ini kemudian mendesak agar Kejati juga turut mengusut, memeriksa, dan mendalami proyek MNP dan Boskalis.

“Saya kira dalam kasus ini, proyek tambang pasir laut tidak bisa dilepaskan dari dua hal, pertama yakni material pasirnya yang digunakan untuk keperluan reklamasi MNP dan kedua ialah kapal penambangnya yang berasal dari Belanda milik Royal Boskalis Westminster N.V. Olehnya itu, Kejati Sulawesi Selatan harus memperluas proses penyidikan dan penyelidikannya, dalam artian tidak hanya berhenti dalam kasus tambang pasir laut di perairan Takalar”, tegasnya.

Saat ini proses penyelidikan oleh Penyidik Pidsus Kejati Sulawesi Selatan masih berlangsung dan Masyarakat Sulawesi Selatan berharap kasus ini dijalankan secara transparan dan tanpa perlakuan diskriminasi dalam penanganannya.(*)