Partai Demokrat Minta MK Segera Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup

oleh -63 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Wasekjen Partai Demokrat (PD) Jansen Sitindaon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan hasil proporsional terbuka yang telah digugat oleh enam pemohon. Hal ini menindaklanjuti tahapan Pemilu yang sedang berjalan saat ini.

“Dengan segala hormat kami memohon kiranya Yang Mulia jika bisa perkara ini segera diputuskan karena sesuai tahapan pemilu paling lambat 14 Mei 2023 ini seluruh partai mendaftarkan calegnya ke KPU,” kata Jansen di sidang lanjutan gugatan proporsional terbuka, Gedung MK, Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Jansen menyampaikan, sampai saat ini partai politik masih mengikuti sistem proporsional terbuka. Jika diputuskan tertutup di tengah jalan, kata dia, bisa berdampak buruk ke semua pihak.

“Jadi Yang Mulia jika boleh menyampaikan, banyak sekali yang datang ke saya bertanya ‘Bang sistem kita ini jadi apa Bang? Terbuka apa tertutup?’ begitu Yang Mulia. Jadi saya tanya balik, ‘kenapa memang?’, ‘Kalau tertutup Bang, kami nggak jadi nyaleg lah’, begitu Yang Mulia,” tutur Jansen.

“Jadi benar kata Pak Presiden memang kelihatannya saja kita di Mahkamah ini sedikit tapi di luar sampai di kampung-kampung diperbincangkan terbuka-tertutup, walaupun belum tentu tahu seperti apa terbuka tertutup ini. Jadi banyak sekali Yang Mulia ketidakpastian jika terbuka tertutup ini tidak diputus Yang Mulia,” sambungnya.

Tak hanya itu, pada kesempatan itu Jansen juga yang mengaku sebagai ‘korban’ meminta MK memutuskan pelaksanaan pileg dan pilpres dipisah.

“Jadi ini masih terkait sistem, jadi dalam praktik menurut saya yang memunculkan problem hari ini ini sebenarnya soal sistem pemilu serentak pileg-pilpres ini. Saya ini sebenarnya bukan korban pemilu terbuka tertutup, saya ini malah sebagai korban pileg-pilpres berbarengan,” kata Jansen

Jansen menyebut pileg dan pilpres yang bersamaan merugikan dirinya sebagai politikus. Masyarakat banyak yang tak memilih lantaran berbeda pandangan dengan pilihan capres yang diusung partai.

“Rakyat melihat misalnya saya membela bahkan menjadi juru bicara capres A misalnya, sedangkan pilihan rakyat di dapil saya itu ya mereka lebih suka capres B, akhirnya kita yang kena hukum. Karena faktanya di bawah rakyat tidak bisa memisahkan, kalau ini dua jenis pemilu yang berbeda,” tutur Jansen. (*)