Menunggu Akhir Episode Drama Penyidikan Dugaan Korupsi DAK Enrekang Rp 39 M

oleh -724 views
oleh

UPDATESULSEL-  Hingga saat ini Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) belum juga menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.

Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun mengatakan Jaksa Agung sebaiknya segera mengevaluasi kinerja Kepala Kejati Sulsel Firdaus Dewilmar yang dinilai tumpul dalam pemberantasan korupsi.

“Kasus DAK Enrekang ini termasuk salah satu kasus yang sudah lama ditangani hingga naik penyidikan pun belum ada penetapan tersangka. Sangat jelas bahwa Kejati tidak lagi bertindak profesional,” tegas Kadir via telepon, Jumat (3/7/2020).

Ia berharap Jaksa Agung segera mengevaluasi kinerja Kajati Sulsel Firdaus Dewilmar yang dianggap tidak komitmen dalam pemberantasan korupsi.

“Hampir semua kasus korupsi yang ditangani Kejati Sulsel sama sekali tak ada progres. Kajati Firdaus nol besar dalam penegakan hukum kasus-kasus korupsi. Kami harap Jaksa Agung segera evaluasi saja kinerja Kajati Firdaus ini,” ucap Kadir.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi penggunaan DAK di Kabupaten Enrekang, kata Kadir, sangat terang.

Selain hasil pekerjaan proyek yang menggunakan DAK tersebut tak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Enrekang, juga unsur-unsur penyalahgunaan kewenangan dan kerugian negaranya sangat jelas.

“Cuma kami heran sampai saat ini Kejati tidak berani menyeret pihak-pihak yang terlibat dalam merugikan negara itu menjadi tersangka. Ada apa sebenarnya dengan pimpinan Kejati ini,” ujar Kadir.

Alihkan Pekerjaan Hingga Peran Makelar Pipa

Forum Advokasi Rakyat (Fakar) Sulawesi menyesalkan sikap Kejati Sulsel yang terkesan tak ingin merampungkan proses penyidikan dan segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut.

“Kajati Firdaus hanya ngomong besar. Awalnya saja berani umbar janji tapi kenyataannya nol besar. Bukannya diawal-awal berjanji segera merampungkan kasus ini?. Ternyata semua hanya omong besar saja,” kata Hendrianto, Ketua Fakar Sulawesi.

Menurutnya, kasus ini sangat terang. Selain penggunaan DAK diduga bukan pada peruntukannya, juga terjadi dugaan mark up harga material pengadaan (pipa) yang disebabkan oleh peran makelar.

“Kami heran kok Kejati tidak berani mengusut keberadaan makelar yang berperan menciptakan dugaan mark-up harga pipa dalam proyek yang menggunakan DAK tersebut,” jelas Hendrianto.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang saat itu dijabat oleh Gery Yasid juga menegaskan kepada penyidik agar memaksimalkan penyidikan terhadap adanya indikasi mark-up harga pipa yang digunakan dalam proyek DAK senilai Rp 39 miliar tersebut.

“Itu saya sudah tekankan ke Aspidsus agar mendalami adanya indikasi kemahalan harga pipa yang digunakan dalam kegiatan proyek yang dimaksud. Saya tekankan fokus kesitu,” singkat Gery di Kantor Kejati Sulsel kala itu.

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar. Ia mengaku telah menginstruksikan anggotanya segera merampungkan penyidikan seluruh kasus korupsi yang merupakan tunggakan era Kajati Sulsel, Tarmizi. Di antaranya kasus dugaan korupsi proyek DAK Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.

“Saya sudah minta itu juga segera dituntaskan dan sampai saat ini masih berjalan. Kalau adanya keterlibatan makelar pipa dalam kasus DAK Enrekang ini, saya sudah dengar dan memerintahkan penyidik mendalaminya,” kata Firdaus di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Jumat 24 Januari 2020.

Ia mengatakan pihaknya telah sepakat melakukan penyidikan bersama dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat guna membantu percepatan penuntasan kasus tunggakan yang dimaksud.

Seperti, kata dia, terkait kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang, dimana penyidik Kejati Sulsel merampungkan penyidikan dengan melibatkan pihak Kejari Enrekang

“Ada yang diperiksa di sini (Kejati Sulsel) dan ada juga diperiksa di sana (Kejari setempat). Kita liat bobotnya, kalau berat itu dikerjakan di sini (Kejati Sulsel),” jelas Firdaus.

Ia menargetkan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut, sesegera mungkin dilakukan.

“Jadi sekarang ini, penyidik sedang mengebut penyidikan untuk penetapan tersangka utamanya,” tegas Firdaus.

Kronologi Dugaan Korupsi DAK Enrekang

Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.

Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.

“Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot,” ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel yang saat itu masih dijabat oleh Salahuddin.

Tahap selanjutnya, kata Salahuddin, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.

“Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui kedepannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut,” beber Salahuddin.

Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp 39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.

Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.

Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.

Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.

Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.

Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.

Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15% – 45%. Bahkan ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.

Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilaksanakan. (Eka)