Kemenkumham Terima Aduan Warga dari Enrekang

oleh -267 views
oleh

Sejumlah perwakilan warga Enrekang korban penggusuran oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV berunjuk rasa di depan Kantor Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kamis (8/12/2022).

Kedatangan warga atas nama Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU) ini sekaligus mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Setelah beberapa jam berorasi, perwakilan warga diterima langsung Koordinator Biro Humas dan Hukum, Tubagus Erif dan Zuliansyah, Koordinator Wilayah IV Direktorat Pelayanan Masyarakat Kemenkumham di ruang rapat. Empat perwakilan warga yakni Andi Zulfikar, Mansyur, Wiranto dan Rahmawati Karim
Andi Zulfikar menjelaskan jika penggusuran berlangsng sejak tahun 2016 saat bisnis yang sebelumnnya peternakan beralih ke perkebunan sawit.

“Tahun 1996 perusahaan ini beralih lagi ke tapioka tapi hanya berlangsung sekitar 3 tahun, lalu menghilang,” kata Zulfikar.

SaatPTPN XIV tidak lagi beraktifitas lanjutnya, warga mulai mengelola kembali lahan tersebut. Bahkan pada tahun 1999 pemerintah daerah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Enrekang, Nomor 387/SK/XI/1999 tanggal 16 November 1999 tentang pemanfaatan lahan terlantar pada areal PTPN XIV. “Jadi ini salah satu rujukan warga bertani di lokasi. Ada ajakan dari pemerintah daerah saat itu,” ujarnya.

Mansyur menambahkan jika perubahan peruntukan lahan sejak berakhirnya Hak Guna Usha (HGU) tahun 2003, baik fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos) dan penguasaan orang per orang. “Sudah ada sebagian yang memiliki sertifikat  hak milik. Termasuk transmigrasi lokal untuk warga korban banjir tahun 1987 dari Kecamatan Enrekang,” ungkapnya.

Sementara itu, Wiranto mengungkapkan jika dalam proses penggusuran lahan garapan pertanian yang terjadi di Enrekang, diduga terjadi pelanggaran hak asasi. Sehingga dirinya meminta kepada Kemenkumham agar melakukan investigasi ke Kabupaten Enrekang.

“Ada dugaan pelanggaran hak asasi yang terjadi saat ini di Enrekang. Ruang hidup rakyat di rampas yang seharusnya justru menjadi tanggungjawab pemerintah daerah untuk melindungi bukan justru membiarkan rakyat berjuang sendiri,” tegas Wiranto.

Pertemuan yang berlangsung cukup lama itu, pihka Kemenkumham akan mendorong penyelesaian masalah antara warga dan pihak PTPN XIV.

“Pihak Kemenkumham berjanji akan mendorong penyelesaian masalah kita. Dua pejabat bersama jajarannya yang menerima kita secara tegas akan  menindaklanjuti bahkan beliau sampaikan jika ada aduan yang diterima mereka akan turun ke lokasi,” singkat Rahmawati Karim.

Dalam aksi ini, beberapa tuntutan yang disampaikan AMPU diantaranya, pertama, membatalkan surat rekomendasi pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV  Nomor: 424/2867/SETDA/2020 tertanggal 15 September 2020 yang dikeluarkan Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando. Kedua, tidak memperpanjang HGU PTPN XIV karena keberadaan PTPN XIV di Enrekang tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat dan pemerintah daerah tapi justru menjadi sumber konflik yang memiskinkan rakyat petani serta peternak sejak tahun 2016.

Ketiga, melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), meminta Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pendistribusian tanah eks HGU PTPN XIV kepada rakyat yang sudah mengelola dan menguasai tanah berstatus HGU untuk dimasukkan serta menetapkan lokasi tersebut sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Keempat, memberikan perlindungan dan jaminan hidup kepada petani serta peternak yang lahan garapannya  dihancurkan pihak PTPN XIV.

Kelima, memberikan ganti rugi terhadap tanaman yang sudah digusur dan ternak mati tidak wajar  dilokasi perkebunan selama berlangsung aktivitas PTPN XIV.

Keenam, tidak melakukan teror dan intimidasi kepada petani dengan cara menggunakan aparat penegak hukum termasuk Brimob di perusahaan. Terakhir, menghentikan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh PTPN XIV terhadap petani dan aktivis AMPU yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya. (*)