Formappi Sebut Ada Pasal Selundupan di UU

oleh -42 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS– Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), menduga adanya pasal selundupan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker).

Kecurigaan ini muncul lantaran pemerintah mengaku telah menghilangkan pasal yang berkaitan dengan minyak dan gas dari draf RUU Ciptaker yang telah disetujui DPR RI pada Senin, 5 Oktober lalu.

“Saya menduga pasal yang dihapus Setneg itu mungkin saja bukan buah dari keteledoran berupa kelupaan mencoret ketentuan yang sudah tak disetujui pada rapat kerja. Bisa jadi pasal Ini merupakan ‘pasal selundupan’,” kata Peneliti Formappi, Lucius Karus dalam keterangan tulis, Sabtu (24/10/2020).

Dia berpandangan, pengakuan adanya penghapusan ketentuan terkait minyak dan gas bumi oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan DPR menjadi bukti bahwa RUU Ciptaker ini kacau balau. Menurutnya sangat tak layak sebuah RUU yang telah disetujui DPR namun di dalamnya ada pasal-pasal yang tak disadari keberadaannya.

“Pengakuan itu sesungguhnya mengakhiri semua kecurigaan belakangan ini bahwa upaya revisi yang diakui DPR hanya terkait hal-hal teknis setelah RUU Ciptaker disahkan pada Rapat Paripurna 5 Oktober lalu,” tegasnya.

Atas kejadian tersebut, Lucius melihat terdapat potensi kejahatan di balik kekacauan naskah dan isi RUU Ciptaker tersebut.

“Sehingga kekacauan atau kesalahan itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik. Secara hukum, saya kira penegak hukum seperti kepolisian atau kejaksaan bisa menelusuri proses pembentukan UU Ciptaker ini untuk membuktikan motif keberadaan pasal yang dihapus Setneg,” pintanya.

Ditinjau dari sisi politik, dia menilai, penghapusan pasal tersebut membuktikan bahwa RUU Ciptaker cacat legitimasi. Adanya kekacauan naskah itu, menurut dia harus mendorong presiden secara politik untuk menggunakan kewenangannya membatalkan RUU yang telah disetujui DPR tersebut.

“Presiden bisa memilih menggunakan Perppu untuk membatalkan UU Ciptaker ini dengan alasan adanya pasal-pasal yang disetujui DPR dan pemerintah yang belakangan dihapus. Presiden harus menganggap ini sesuatu yang serius bagi dirinya karena ia bisa dianggap mendesain sebuah UU yang isinya tak bisa dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Badang Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas membenarkan soal penghilangan atau penghapusan pasal terkait minyak dan gas bumi dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja).

Adapun pasal yang dimaksud dalam RUU Cipta Kerja tersebut yakni Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Terkait pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg (Sekretariat Negara) yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus,” kata Supratman, Kamis 26 Oktober 2020 kemarin.

Dia menerangkan, pasal tersebut memang seharusnya sudah tak masuk dalam draf final RUU Cipta Kerja yang akan diserahkan oleh pihak Istana, dan sudah disepakati oleh Panja. Namun masih tercantum, sehingga dihapuskan.

“Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada. Karena seharusnya dihapus, karena kembali ke Undang-Undang Eksisting jadi tidak ada di Undang-Undang Ciptaker,” ungkap Supratman.

Dia menjelaskan, awalnya pemerintah memang ingin mengalihkan kewenangan BPH Migas ke Kementerian ESDM melalui RUU Cipta Kerja. Namun, di DPR khususnya di Panja Baleg, usulan itu tak diterima.

“Awalnya itu adalah merupakan ada keinginan pemerintah untuk usulkan pengalihan kewenangan BPH Migas toll fee (Menentukan Tarif Pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa) dari BPH ke ESDM. Atas dasar itu kami bahas di Panja, tapi diputuskan tidak diterima di Panja. Tetapi dalam naskah yang tertulis itu yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4,” tukas Supratman. (Kiki)