Dugaan Reses Fiktif Rp2,9 Miliar, 45 Anggota DPRD Bone Dilaporkan ke Kejati Sulsel

oleh -284 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Lembaga Pengawasan Pertambangan Pengairan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LPPPLHK) melaporkan 45 Anggota DPRD Kabupaten Bone ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel atas dugaan kegiatan reses fiktif senilai lebih dari Rp2,9 miliar, beberapa waktu lalu.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil membenarkan adanya pelaporan ini.

Idil menyebutkan, saat ini pihaknya tengah melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan terkait dugaan kegiatan reses fiktif tersebut.

“Ada ditangani, sementara kita proses. Untuk sementara pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan,” ujar Idil saat dikonfirmasi, Selasa (28/12/2021).

Sementara, Ketua Umum LPPPLHK, Andi Fatmasari Rahman, menyebutkan, selain 45 anggota DPRD Kabupaten Bone, pihaknya juga melaporkan Sekretaris Dewan DPRD Bone, Bendahara DPRD Bone, PPTK Reses, 37 orang pendamping reses serta rumah makan dan katering yang menjadi rekanan.

“Kami laporkan meraka ke Kejati Sulsel atas temuan dugaan korupsi yang merugikan negara dengan nilai hampir Rp3 miliar,” ujar Andi Fatmasari Rahman, Selasa (28/12/2021).

Sari, sapaan akrab Andi Fatmasari Rahman, menyebutkan, pihaknya memegang sejumlah bukti kuat terkait dugaan kegiatan reses fiktif anggota DPRD Bone tersebut. Diantaranya, adalah belanja fiktif hingga mengklaim acara resepsi pernikahan sebagai kegiatan reses.

“Kemudian ada juga anggota dewan yang mengirim foto kegiatan di rumahnya sebagai bukti pertanggungjawaban kegiatan reses, padahal itu semua palsu. Kita punya semua buktinya,” imbuhnya.

Sari menuturkan, pihaknya juga telah menyerahkan seluruh bukti atas dugaan kegiatan reses fiktif tersebut kepada Kejati Sulsel. Bukti-bukti itu berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan reses anggota DPRD Bone yang digelar pada April 2021.

Seluruh anggota DPRD Bone yang dilaporkan itu disebut telah reses ke-5 daerah pemilihan dalam dua tahapan.

Lebih rinci Sari menyebutkan, kerugiaan negara yang ditimbulkan dari kegiatan reses ini adalah Rp2.962.600.000.

“Ini perlu diperiksa lebih jauh oleh aparat hukum. Intinya kami menemukan adanya penyalahgunaan kewenangan dalam terkati kegiatan reses tersebut,” imbuhnya.

Sari menjelaskan, setiap anggota DPRD Bone menerima dana reses sebesar Rp15 juta untuk satu tahapan kegiatan reses yang berlangsung selama enam hari, setiap anggota DPRD Bone diwajibkan melaksanan reses sebanyak dua tahapan. Dana tersebut pun diserahkan Bendahara DPRD Bone kepada pendamping reses perseorangan untuk kegiatan tersebut.

“Artinya kalau dua tahapan setiap anggota DPRD itu menggunakan dana reses sebesar Rp30 juta,” jelasnya.

Sari mengatakan, para peserta dalam kegiatan reses atau temu konstituen ke daerah pemilihan masing-masing anggota DPRD Bone itu adalah tokoh masyarakat setempat yang berjumlah 300 orang. Setiap peserta ini pun diklaim diberikan uang transportasi sebesar Rp50 ribu per orang.

“Modus operandinya pendamping reses perseorangan menyiapkan blanko daftar hadir dan tanda terima uang transportasi peserta. Selanjutnya, pendamping reses persorangan itu bertugas mengedarkan blanko daftar hadir untuk ditandatangani peserta,” jelasnya.

Ironisnya, dalam blanko daftar hadir tersebut ditemukan adanya dugaan nama fiktif untuk peserta yang disebut hadir dalam kegiatan reses sejumlah anggota DPRD Bone dalam setiap tahapannya.

“Temuan kami setidaknya sejumlah anggota dewan itu hanya 30 orang saja peserta kegiatan reses yang hadir, dalam artian ada sekitar 270 orang pesera fiktif dalam blanko daftar hadir,” tuturnya.

Mirisnya, Kejati Sulsel sempat melimpahkan penganan laporan tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bone dengan alasan wilayah terjadinya dugaan tindak pidanan korupsi tersebut berada di wilayah hukum Kejari Bone.

Wanita berparas cantik ini pun, menyayangkan atas pelimpahan tersebut.

“Saya sempat komunikasi dengan Kasi Penkum Kejati Sulsel, berkas laporan yang kami layangkan itu penanganannya dialihka ke Kejari Bone dengan alasan bahwa itu kewenangannya Kejari Bone,” ucapnya.

Sari mengaku, akan mempertanyaakan dugaan reses fiktif DPRD Bone ini, ke Kejaksaan Agung RI. Belakangan pihak Kejati Sulsel langsung menarik kembali laporan tersebut untuk ditangani di Kejati Sulsel.

“Setelah saya katakan akan pertanyakan permasalah tersebut ke Kejagung, malamnya langsung diambil alih kembali Kejati Sulsel,” terang Sari.

Terpisah Ketua DPRD Bone, Irwandi Burhan, mengaku, tidak mengetahui ihwal pelaporan dugaan reses fiktif tersebut. Padahal, laporan tersebut dilayangkan ke Kejati Sulsel sejak 4 November 2021 lalu.

“Kami belum dapat informasi,” ucap Irwandi saat dikonfirmasi terpisah.

Irwandi pun mengaku, menghargai laporan yang dilayangkan LPPPLHK ke Kejati Sulsel.

Menurutnya, jika pun laporan tersebut benar adanya dirinya menyerahkan sepenuhnya penanganannya kepada penegak hukum.

“Kita harus menghargai pendapat orang, tapi tidak semua langsung bisa dipercaya perlu dicari kebenarannya,” kata Irwandi Burhan. (*)