Dugaan Korupsi di RS Batua, Djusman AR Minta Penyidik Periksa Banggar DPRD Makassar

oleh -368 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS- Hingga saat ini, Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel terus mendalami kasus dugaan korupsi Rumah Sakit (RS) Batua Makassar.

Beberapa pihak telah dimintai keterangan dalam kasus tersebut, termasuk Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto sebagai saksi oleh Penyidik Polda Sulsel, pasalnya tender proyek tersebut berlangsung saat Moh Ramdhan Pomanto menjabat sebagai Wali Kota Makassar.

Penggiat anti Korupsi, Djusman AR menyatakan, Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel juga seharusnya memanggil Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar yang dinilainya juga ikut bertanggung jawab.

Djusman menuturkan, semua yang diduga memiliki kewenangan dalam penganggaran kasus RS Batua sepatutnya diperiksa.

“Mengingat, dalam penanganan perkara korupsi, semakin banyak yang dimintai keterangan, semakin membuka terang benderang kasus tersebut. Termasuk para anggota Banggar DPRD Makassar selaku pengawas dan penyusun anggaran saat itu,” kata Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar ini.

Hal ini, kata Djusman, bertujuan untuk menghindari jangan sampai ada yang patut ditersangkakan namun tidak ditersangkakan.

“Jadi tidak ada alasan bagi Banggar untuk tidak menghadiri panggilan penyidik. Sebagai wakil rakyat, mereka harus menunjukkan sikap keteladannya dalam menghargai proses hukum. Masa anggota dewan tidak bisa koperatif sebagaimana yang ditunjukkan oleh wali kota Makassar,” tutur Djusman.

Apalagi kata Djusman, Tim Penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel telah melakukan pemanggilan dan menghadirkan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto sebagai saksi dalam kasus itu.

“Untuk selanjutnya yang sangat pantas dimintai pertanggung jawaban untuk dimintai keterangan baik sebagai saksi dan sebagai apa nantinya adalah DPRD (Banggar),” papar Djusman, Sabtu (4/9/2021).

Djusman menilai, Banggar punya tupoksi dalam hal pengawasan dan penyusunan anggaran di Kota Makassar.

“Kenapa kesannya tidak menggunakan haknya, bahkan sepertinya melakukan pembiaran,” kata Djusman.

“Kita tidak inginkan jangan sampai DPRD juga terlibat di dalam proyek tersebut. Jadi penyidik ini harus mengagendakan juga memeriksa seluruh banggarnya berkaitan proyek tersebut, dan bila mana unsurnya cukup penyidik harus menetapkan tersangka tambahan,” ujarnya.

Ia berharap, kasus itu tetap berjalan sebagaimana dalam prosedur hukum yang berlaku. Penyidik diminta untuk tidak ragu menggunakan haknya dalam mendalami kasus itu. Termasuk menahan 13 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus RS Batua.

“Kita berharap, manakala tersangka tidak kooperatif, boleh menggunakan hak subjektifnya demi kepentingan penyidikan. Penyidik sebaiknya menahan semua tersangka demi untuk kelancaran proses hukum,” tegasnya.

Sebelumnya, Penyidik Tipikor Polda Sulsel telah menetapkan 13 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan RS Batua yakni, mantan Kepala Dinas Kesehatan Makassar, inisial AN, SR, MA, FM, HS, MW, AS, Ir. MK, AIHS, AEH, Ir. DR, APR dan RP.

Tersangka terdiri dari Dinas Kesehatan Makassar (PA, KPA, PPK, PPTK, PPHP ), Pelaksana Rekanan, Pokja III ULP Kota Makassar, Konsultan dan Inspektur Pengawasan.

Pembangunan gedung RS Batua sendiri diketahui menggunakan anggaran APBN sebesar Rp25 miliar tahun 2018. Dari hasil pemeriksaan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp22 miliar.