Di Kantor Kejagung, JMHI Minta Ungkap Kasus Dugaan Korupsi DAK Rp 39 M Libatkan Bupati Enrekang dan Putranya

oleh -275 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS  –  Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
berdasarkan keadilan sosial. Survei Transparency International (TI) menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara paling korup di dunia. Korupsi telah meluas dan dilakukan oleh semua elemen masyarakat, termasuk pejabat publik (Djulianto, 2009).

Pemerintah Indonesia memerangi korupsi dengan menerapkan Undang-Undang Antikorupsi, di samping membangun Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) untuk menegakkan pelaksanaan program pemberantasan korupsi. Efektivitas pelaksanaan program membutuhkan kontribusi dari partisipasi
masyarakat.

Artinya, secara umum dinyatakan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan mengenai korupsi, sikap dan kesadaran yang besar serta memiliki respon positif untuk mendukung upaya (pemerintah) menanggulangi korupsi. Di Kabupaten Enrekang Provinsi Sawesi Selatan (Sulsel) berlokasi kasus dugaan korupsi yang sampai hari ini belum ada
kejelasan.

Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp 39 Miliar diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yangberlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di
tahun anggaran 2015.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang diduga memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda,” kata penanggung jawab aksi, Bung Anto, disela aksinya di Kantor Kejaksaan Agung, Senin,  26 Juni 2023.

Yakni anggaran yang
dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan. Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud. Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Ditemukan beberapa
kejanggalan.

Di antaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran. Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan
anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.

Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.

Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15-45%. Bahkan, ada yang masih berlangsung hingga awal tahun
2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas. Hingga
saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada
proses pengerjaan.

Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya
telah dicairkan namun pengerjaan tak dilaksanakan.

“Pada 27 Agustus 2019 Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan {Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Senilai 39 M di kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan. Namun yang menjadi kejanggalan kasus ini justru di SP3 atau
diberhentikan oleh pihak penyidik dengan alasan tidak ditemukan bukti adanya tindak pidana korupsi. Padahal kepala kejati sulsel sebelumnya pernah menyampaikan bahwa ada 4 indikasi pelanggaran yang mereka dapatkan pada kasus dugaan Korupsi DAK serta menyampaikan bahwa sudah ada nama yang dikantongi untuk tersangka. Olehnya itu kami menduga adanya kongkalikong antara kejati sulsel dengan pihak-pihak terkait dalam kasus ini,” jelas Bung Anto.

Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) menilai Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) lemah dalam menegakkan keadilan. Maka untuk itu kami Akan menggelar aksi di KEJAGUNG RI dan KPK RI terkait dugaan korupsi anggaran DAK Senilai 39 M di kabupaten Enrekang, Sul-Sel.

Tuntutan aksi :
1. Meminta KEJAGUNG RI segera mengevaluasi kinerja Kejati Sulsel yang dianggap tidak
komitmen dalam pemberantasan korupsi khusunya kasus dugaan Korupsi anggaran
DAK Senilai 39 M Di KAB. Enrekang Sul-Sel
2. KEJAGUNG RI Segera Proses bahkan copot Jaksa yang diduga sebagai makelar kasus
ditubuh kejaksaan tinggi Sulsel
3. Mendesak KPK RI Agar segera melekaukan langkah investigasi dan segera menyeret
dalang intelektual dibalik kasus dugaan Korupsi anggaran DAK Senilai 39 M Di KAB.
Enrekang Sul-Sel
4. KPK RI segera panggil & periksa Sdr. MUSLIMIN BANDO (BUPATI ENREKANG) &
Sdr. MITRA FAKHRUDDIN ( ANGGOTA DPR RI) Terkait Kasus Dugaan Korupsi
Dana Alokasi Khusus (Dak) T.A 2015 Senilai 39 M Pada Proyek Pembangunan Bendung
Jaringan Air Baku Sungai Tabang Kec. Maiwa Kab. Enrekang Sulsel. (*)