Danny Pomanto Terancam tak Kebagian Dukungan Parpol Pengusung, Peluang untuk Memang belum Terlihat?

oleh -480 views
oleh

UPDATESULSEL- Belum ada kepastian dari beberapa partai politik (parpol) untuk mengarahkan dukungannya kepada bakal calon petahana Walikota Makassar, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto (DP).

Dengan begitu, berbagai kalangan menilai, DP mengalami kesulitan mencukupkan koalisi partai politik pada Pemilihan Walikota (Pilwali) Makassar, Desember mendatang 2020 mendatang.

Padahal, DP yang tak lain merupakan kader partai NasDem punya modal pengalaman membangun kota Makassar dan punya elektabilitas yang tinggi. Akan tetapi dari segi kemampuan politik dinilai minim.

Pakar politik Universitas Hasanuddin (UNHAS), Sukri menjelaskan hanya partai NasDem tenoat dimana, DP bernaung memberi kepastian dukungan. Beberapa parpol tidak melirik, DP maka dianggap tidak serius memenangkan Pilwali Makassar.

“Saat ini karena kondisi konstelasi politik masih cukup cair maka wacana-wacana partai akan mendukung siapa itu tentu masih akan sangat dinamis. Jika kemudian wacana ssat ini, DP seolah hanya didukung oleh partai tempatnya bernaung (NasDem), dan partai lain masih tarik ulur, saya kira hal tersebut mengindikasikan beberapa hal. Pertama mungkin DP memang sampai sejauh ini belum dianggap betul-betul sesuai ekspektasi partai politik untuk dapat memenangkan pilkada. Artinya DP mungkin terlihat masih punya kelemahan yang mungkin menjadi titik yang membuat peluang untuk menangnya belum sangat besar,” kata Sukri, Rabu (9/7/2020) malam.

Tentunya para parpol tidak ingin kehilangan momentum kemenangan di Pilwali Makassar. Maka dari itu dukungan parpol tidak cukup untuk menang tetapi, bagaimana kepentingan parpol itu tetap berjalan.

“kedua, parpol tentu masih terus bersikap wait and see dan menimbang berbagai faktor untuk mengarahkan dukungan pastinya pada kandidat tertentu, ditengah masih maraknya beberapa nama kandidat yang juga punya peluan untuk memenangkan pertarungan di Pilkada. Dalam hal ini tentu saja partai politik tidak ingin kehilangan peluang untuk dapat memenangkan pilkada karena ada banyak kepentingan dan kebijakan mereka yang akan diuntungkan kalau mereka berhasil mendukung kandidat dan menang.

“Ketiga, bisa saja masih ada tawar menawar yang belum selesai diantara calon kandidat dengan calon partai pengusung. Bisa saja dealnya terkait unpaya untuk mengusung kader sebagai pasangan, atau mendukung kandidat tertentu yang dianggap lebih dapat merepresentasikan keinginan partai politik, atau mungkin ada permintaan partai politik atau kandidat yang belum dapat dipenuhi masing-masing,” tambah Sukri.

Sukri menjelaskan, kecenderungan parpol untuk memberikan dan menarik dukungannya pada Pilwali Makassar tahun 2018 lalu, harus menjadi pengalaman untuk, DP. Maka dari itu DP belum mengambil hikmah dari momentum Pilwali 2018 lalu.

“Dengan demikian, ini bukan hanya sekedar kurang senang, karena kecenderungan partai politik di Indonesia untuk level pilkada biasanya tidak terlalu mengedepankan aspek psikologis dalam menentukan kandidat yang akan diusung. Kecuali memang kandidat tersebut dianggap telah melakukan hal yang betul-betul tidak dapat diterima oleh partai politik. JIka kemudian ini terkait DP. Saya kira DP ini sudah cukup belajar dari konteks pilkada 2018, dimana sebagaian partai meninggalkan dan sebagian memang tidak ingin mendukung. Dengan demikian, DP tentu sudah mengevaluasi hal tersebut dan mestinya sudah tahu apa yang dibutuhkan untuk mencoba mendapatkan dukungan partai parpol” tutup Sukri.

Sebagai kader NasDem, DP mendapat penolakan dari PDIP untuk diusung. Penolakan tersebut dengan alasan menolak kader PDIP menjadi pendampingnya. Kemudian, partai Golkar mendapat penolakan dari partai NasDem untuk berkoalisi mengusung, DP. Karena, DP merupakan kader partai NasDem.

Hingga saat ini, DP mengklaim telah resmi diusung oleh partai Gerindra. Namun, hingga saat ini DPP partai Gerindra belum mengeluarkan rekomendasi usungan di Pilwali Makassar. (*)