5 Perusahan Besar Tabrak Aturan, PATAKA: Jangan Tutup-tutupi!

oleh -26 views
oleh

UPDATESULSEL.NEWS – Berbagai kebijakan pengurangan pasokan sudah berkali kali dilakukan oleh pemerintah, namun harga livebird terus tertekan pada tingkat yang sangat merugikan peternak. Padahal pengurangan pasokan fs terbaru, sudah dilakukan sebanyak 50 persen dari kapasitas produksinya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut dinilai kurang efektif dalam menekan harga ayam hingga sekarang ini.

Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menilai, tidak terkoreksinya harga disaat kebijakan pengurangan pasokan dikeluarkan oleh pemerintah disebabkan ketidaktaatan pelaku usaha dalam melaksanakan kebijakan pemerintah. Kedua, pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera disertai sanksi yang tidak tegas.

“Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, terkait pengurangan pasokan fs ini tidak memiliki pedoman yang jelas dan tidak bisa diawasi oleh publik. Padahal informasi terkait pengurangan pasokan fs ini termasuk pada kategori yang perlu diketahui oleh publik sesuai dengan prinsip prinsip good governance,” tegas Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Yeka Hendra Fatika kepada PONTAS.id, di Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Untuk diketahui, sejak 2015-2017, penurunan harga dibawah HPP terjadi saat importasi dilakukan dengan rezim bebas. Lalu 2018 diberlakukan importasi dengan rezim kuota, sebagai koreksinya, dan penurunan harga berlangsung hingga saat ini.

Selama rezim kuota dilaksanakan pengaturan supply dilakukan dengan cara mengatur jumlah importasi dan pengurangan pasokan melalui pengurangan setting telur he, cutting he fertil (aborsi/penarikan/pemusnahan telur di messin setter), penyerapan live bird dan afkir ps > 50 minggu

Yeka mengatakan, Jika pemerintah gagal dalam melakukan pengawasan dan publik tidak bisa juga terlibat memantau pengawasan terkait pengurangan pasokan fs, maka rezim importasi bebas dan rezim kuota sama buruknya bagi kelangsungan hidup peternak. Padahal amanah konstitusi, memerintahkan negara untuk melindungi setiap warga negara atas penghidupan yang layak.

Ia meminta pemerintah, melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan yang tidak patuh kepada publik. Ketidakpatuhan pelaku usaha sangat tidak layak untuk ditutup tutupi. Terdapat 5 kelompok perusahaan (KMS, Mal, Pia, Duj dan Won) kontribusi afkir dininya mencapai 32,5%.

“Total realisasi afkir dini baru mencapai 25%. Terhadap kelompok perusahaan ini, sudah saatnya pemerintah dan Kasatgas pangan dapat bertindak lebih tegas,” pinta Yeka.

Selain itu, Ia juga meminta pemerintah, untuk membangun sistem tranparansi yang melibatkan partisipasi publik untuk bisa memantau jalannya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan kasatgas pangan. Pemantauan publik ini diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan dari peternak dan masyarakat lainnya.

Ia juga berharap, Kementrian pertanian, dan satgas pangan segera melibatkan organisasi peternak dan membentuk mekanisme pengawasan pengurangan pasokan fs, untuk menjaga kewibawaan pemerintah.

Hingga berita ini dipublikasikan, Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Satgas Pangan Mabes Polri, belum merespon pertanyaan wartawan. (Kiki)